Social Items

fawazgates.com

Belajar sepanjang hayat

"Carilah ilmu dari buaian hingga ke liang lahať. Demikan sabda Sang Nabi saw. Pesan singkat namun sarat makna tersebut hendaknya menjadi prinsip hi- dup yang terus kita pegang erat.

mencari ilmu atau dalam bahasa yang lebih umum disebut dengan belajar, adalah sebuah proses untuk menggali serta mendapatkan pengetahuan. Dengan belajar, kita akan mendapatkan informasi ten- tang sesuatu atau bahkan banyak hal yang selama ini belum kita ketahui. Dengan belajar wawasan kita ber- tambah, pikiran kita terbuka, serta nalar kita ber- kembang.

Belajar dalam pengertiannya yang luas, tidak di- batasi oleh sekat-sekat formal, seperti jenjang pendi- dikan yang lazim kita jumpai saat ini, yaitu dari ting- kat Pendidikan Anak Usia Dini, hingga PerguruanTinggi. Pun tidak dibatasi olch sa Belajar ada proses yang terus berlanjut sejak kita hadir di du ini ngga kelak saatnya meninggalkan dunia ini. ajar yang sesungguhnya adalah sepanjang masa, sepanjang hayat.

Pertanyaannya kemudian, mengapa setiap manusia diperintahkan untuk belaja Jawaban atas pertanyaan ini sudah disampaikan oleh Al-Qur'an dalam sejumlah ayatnya. Di antara yang sering dikutip oleh para ulama adalah ayat tentang akan diangkatnya derajat orang yang berilmu-setelah sebelumnya beriman-beberapa derajat, seperti termaktub dalam al-Mujadilah: 11).

Jawaban lain atas pertanyaan di atas disampaikan oleh para ulama yang menyatakan bahwa setiap ma nusia harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan. Karena hanya dengan ilmu pengetahuan yang mema dai, seseorang dapat memahami hakikat dirinya. Lebih jauh, dengan ilmu pengetahuan yang terus menerus bertambah dan berkembang, seseorang dapat menge nal dan mendekatkan diri kepada Tuhannya. Tanpa ilmu pengetahuan, seseorang akan kesulitan mema- hami hakikat dirinya, lebih-lebih memahami hakikat Tuhannya.

Pesan Sang Nabi saw. di didasarkan pada wahyu yang pertama kali turun dan diterima beliau yaitu perintah untuk membaca. Iqra! Bacalah! Perintah ini, meski singkat, tetapi mengandung sebuah pesan yang sangat dalam.

Para ulama menafsirkan makna dari perintah embaca ini, dengan dua kategori ayat yang harus dibaca dan dikaji oleh umat manusia. Pertama, ayat ayat qauliyah/kitabiyah berupa firman Tuhan yang ter maktub dalam teks Al-Quran, dan ayat-ayat kauniyah, yaitu seluruh fenomena alam yang terhampar di jagat raya ini.

Komaruddin Hidaya dalam bukunya Agama Punya Seribu Nyawa menambahkan, selain ayat ayat kitabiyah dan kauniyah, juga penting bagi kita mem- baca ayat-ayat nafsiyah, yaitu wahyu yang tertulis di dalam diri manusia, dan juga ayat-ayat itimaiyah- tarikhiyah, yaitu wahyu yang bekerja melalui hukum sejarah.

Dari beberapa keterangan di atas, dapat dipahami bahwa proses belajar, yang salah satunya dimulai de- ngan aktivitas membaca adalah sebuah langkah untuk meneliti, menelaah, serta mendalami ilmu pengetahu an yang tersebar di muka bumi.

Belajar sepanjang hayat akan menuntun kita pada kedewasaan berpikir, bersikap, dan bertindak. Aktivitas belajar ini akan bernilai tinggi dan membawa manfaat serta keberkahan jika dilandasi oleh nilai-nilai spiritual dengan menyertakan Tuhan dalam setiap kesempatan, setiap saat dan waktu. Sebab jika tidak, maka proses belajar sepanjang hayat in hanya akan melahirkan orang-orang yang berpengeta nggi berwawasan luas, tetapi minus nilai-nilai spiritual. Walhasil, akan lahir manusia-manusia arogan, yang merasa apa yang mereka pahami hanya bersumber pada logika dan rasionalitas semata.

So, belajarlah sepanjang hayat dengan selalu me- nyertakan Tuhan bersama kita..

Tidak ada yang instan

Salah satu penyakit masyarakat modern saat ini adalah hasrat untuk mendapatkan segala sesuatu secara cepat, sesegera mungkin, instan. Ya, inilah yang kemudian menjadikan masyarakat modern lebih memilih cara cara praktis-pragmatis, yang seringkali tidak memedu likan bahkan mengabaikan proses serta prosedur yang berlaku.

Walhasil, imbas dari sikap ini adalah hilangnya sikap sabar melalui tahap demi tahap, serta proses demi proses yang memang harus dijalani untuk sebuah tujuan tertentu. Efek yang paling fatal dari gaya hidup (life style) serba instan ini adalah hilangnya penghar- gaan atas sebuah proses.

Masyarakat modern tidak lagi peduli betapa pen- tingnya 'kristalisasi keringat, betapa berharganya arti sebuah jerih payah, betapa bernilainya makna perju angan yang dihiasi dengan indahnya pengorbanan. Yang mereka tahu adalah bahwa hasil akhir atau tuju- an mereka tercapai, hasrat mereka terpenuhi, keingin an mereka trwujud. Apa pun cara dan bagaimana pun memperolehnya tidaklah penting. Inilah penyakit yang diidap oleh sebagian besar masyarakat modern dewasa ini.

Padahal, jika kita kaji lebih jauh, segala sesuatu yang diperoleh dengan cara-cara instan itu akan tidak akan bertahan lama sangat mudah hilang, dan cepat berakhir. Kalau pun kemudian bisa bertahan agak lama, maka yang hilang darinya adalah nikmat serta keberkahannya.

Untuk memahami betapa pentingnya sebuah pro ses, sesekali lihatlah diri kita masing-masing. Bagai mana proses hadirnya kita di dunia ini. Bermula dari pertemuan sel sperma dan sel telur kedua orang tua kita, yang disebut dengan proses reproduksi. Kemu- dian setelah menjadi jann, kita berada di rahim ibu hingga sembilan bulan. Selanjutnya ibu kita menjalani proses persalinan.

Setelah lahir ke dunia, kita melalui masa demi masa. Dari masa bayi, balita, anak-anak, remaja, de- wasa hingga tua. Kemudian pada saatnya nanti kita akan kembali menghadap ke haribaan Sang Khalik yang menciptakan kita, yaitu Allah Swt.

Inilah proses alamiah yang dialami dan dirasakan setiap manusia. Memang. di tengah proses itu, kadang ada yang tidak sampai hadir ke dunia, karena meninggal di dalam kandungan sang ibu. Ada juga yang ahir ke dunia, tetapi meninggal di usia bayi. Atau kembali menghadap Sang Pencipta di usia, anak-analk, remaja atau dewasa, tidak sampai usia tua. Tetapi yang jelas, dari perjalanan hidup manusia itu kita bisa belajar arti sebuah proses.

Sesekali coba kita lihat pula proses metamorfosis dari kepompong hingga menjadi kupu-kupu. Ada masa yang harus dilalui sang kepompong untuk menjadi kupu-kupu. Jika di masa yang belum saatnya menjadi kupu-kupu, baru menjadi ulat kemudian dipaksa ke luar dari tempatnya, tentu sang kepompong tidak akan pernah menjadi kupu-kupu.

Nah, dari dua contoh tersebut, kita bisa belajar tentang hukum atau ketentuan Allah yang sering di sebut dengan sunnatullah itu. Yaitu tidak ada yang instan di dunia ini. Bahkan, untuk menikmati se bungkus mie instan pun tidak bisa instan. Kita harus memasaknya dulu hingga matang, lengkap dengan bumbu-bumbunya. Kecuali kalau kita mau langsung mengonsumsinya secara mentah-mentah, he. he

So, sekali lagi, tidak ada yang instan di dunia ini.

fawazgates.com

Belajar sepanjang hayat

fawazgates.com

Belajar sepanjang hayat

"Carilah ilmu dari buaian hingga ke liang lahať. Demikan sabda Sang Nabi saw. Pesan singkat namun sarat makna tersebut hendaknya menjadi prinsip hi- dup yang terus kita pegang erat.

mencari ilmu atau dalam bahasa yang lebih umum disebut dengan belajar, adalah sebuah proses untuk menggali serta mendapatkan pengetahuan. Dengan belajar, kita akan mendapatkan informasi ten- tang sesuatu atau bahkan banyak hal yang selama ini belum kita ketahui. Dengan belajar wawasan kita ber- tambah, pikiran kita terbuka, serta nalar kita ber- kembang.

Belajar dalam pengertiannya yang luas, tidak di- batasi oleh sekat-sekat formal, seperti jenjang pendi- dikan yang lazim kita jumpai saat ini, yaitu dari ting- kat Pendidikan Anak Usia Dini, hingga PerguruanTinggi. Pun tidak dibatasi olch sa Belajar ada proses yang terus berlanjut sejak kita hadir di du ini ngga kelak saatnya meninggalkan dunia ini. ajar yang sesungguhnya adalah sepanjang masa, sepanjang hayat.

Pertanyaannya kemudian, mengapa setiap manusia diperintahkan untuk belaja Jawaban atas pertanyaan ini sudah disampaikan oleh Al-Qur'an dalam sejumlah ayatnya. Di antara yang sering dikutip oleh para ulama adalah ayat tentang akan diangkatnya derajat orang yang berilmu-setelah sebelumnya beriman-beberapa derajat, seperti termaktub dalam al-Mujadilah: 11).

Jawaban lain atas pertanyaan di atas disampaikan oleh para ulama yang menyatakan bahwa setiap ma nusia harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan. Karena hanya dengan ilmu pengetahuan yang mema dai, seseorang dapat memahami hakikat dirinya. Lebih jauh, dengan ilmu pengetahuan yang terus menerus bertambah dan berkembang, seseorang dapat menge nal dan mendekatkan diri kepada Tuhannya. Tanpa ilmu pengetahuan, seseorang akan kesulitan mema- hami hakikat dirinya, lebih-lebih memahami hakikat Tuhannya.

Pesan Sang Nabi saw. di didasarkan pada wahyu yang pertama kali turun dan diterima beliau yaitu perintah untuk membaca. Iqra! Bacalah! Perintah ini, meski singkat, tetapi mengandung sebuah pesan yang sangat dalam.

Para ulama menafsirkan makna dari perintah embaca ini, dengan dua kategori ayat yang harus dibaca dan dikaji oleh umat manusia. Pertama, ayat ayat qauliyah/kitabiyah berupa firman Tuhan yang ter maktub dalam teks Al-Quran, dan ayat-ayat kauniyah, yaitu seluruh fenomena alam yang terhampar di jagat raya ini.

Komaruddin Hidaya dalam bukunya Agama Punya Seribu Nyawa menambahkan, selain ayat ayat kitabiyah dan kauniyah, juga penting bagi kita mem- baca ayat-ayat nafsiyah, yaitu wahyu yang tertulis di dalam diri manusia, dan juga ayat-ayat itimaiyah- tarikhiyah, yaitu wahyu yang bekerja melalui hukum sejarah.

Dari beberapa keterangan di atas, dapat dipahami bahwa proses belajar, yang salah satunya dimulai de- ngan aktivitas membaca adalah sebuah langkah untuk meneliti, menelaah, serta mendalami ilmu pengetahu an yang tersebar di muka bumi.

Belajar sepanjang hayat akan menuntun kita pada kedewasaan berpikir, bersikap, dan bertindak. Aktivitas belajar ini akan bernilai tinggi dan membawa manfaat serta keberkahan jika dilandasi oleh nilai-nilai spiritual dengan menyertakan Tuhan dalam setiap kesempatan, setiap saat dan waktu. Sebab jika tidak, maka proses belajar sepanjang hayat in hanya akan melahirkan orang-orang yang berpengeta nggi berwawasan luas, tetapi minus nilai-nilai spiritual. Walhasil, akan lahir manusia-manusia arogan, yang merasa apa yang mereka pahami hanya bersumber pada logika dan rasionalitas semata.

So, belajarlah sepanjang hayat dengan selalu me- nyertakan Tuhan bersama kita..

Tidak ada yang instan

Salah satu penyakit masyarakat modern saat ini adalah hasrat untuk mendapatkan segala sesuatu secara cepat, sesegera mungkin, instan. Ya, inilah yang kemudian menjadikan masyarakat modern lebih memilih cara cara praktis-pragmatis, yang seringkali tidak memedu likan bahkan mengabaikan proses serta prosedur yang berlaku.

Walhasil, imbas dari sikap ini adalah hilangnya sikap sabar melalui tahap demi tahap, serta proses demi proses yang memang harus dijalani untuk sebuah tujuan tertentu. Efek yang paling fatal dari gaya hidup (life style) serba instan ini adalah hilangnya penghar- gaan atas sebuah proses.

Masyarakat modern tidak lagi peduli betapa pen- tingnya 'kristalisasi keringat, betapa berharganya arti sebuah jerih payah, betapa bernilainya makna perju angan yang dihiasi dengan indahnya pengorbanan. Yang mereka tahu adalah bahwa hasil akhir atau tuju- an mereka tercapai, hasrat mereka terpenuhi, keingin an mereka trwujud. Apa pun cara dan bagaimana pun memperolehnya tidaklah penting. Inilah penyakit yang diidap oleh sebagian besar masyarakat modern dewasa ini.

Padahal, jika kita kaji lebih jauh, segala sesuatu yang diperoleh dengan cara-cara instan itu akan tidak akan bertahan lama sangat mudah hilang, dan cepat berakhir. Kalau pun kemudian bisa bertahan agak lama, maka yang hilang darinya adalah nikmat serta keberkahannya.

Untuk memahami betapa pentingnya sebuah pro ses, sesekali lihatlah diri kita masing-masing. Bagai mana proses hadirnya kita di dunia ini. Bermula dari pertemuan sel sperma dan sel telur kedua orang tua kita, yang disebut dengan proses reproduksi. Kemu- dian setelah menjadi jann, kita berada di rahim ibu hingga sembilan bulan. Selanjutnya ibu kita menjalani proses persalinan.

Setelah lahir ke dunia, kita melalui masa demi masa. Dari masa bayi, balita, anak-anak, remaja, de- wasa hingga tua. Kemudian pada saatnya nanti kita akan kembali menghadap ke haribaan Sang Khalik yang menciptakan kita, yaitu Allah Swt.

Inilah proses alamiah yang dialami dan dirasakan setiap manusia. Memang. di tengah proses itu, kadang ada yang tidak sampai hadir ke dunia, karena meninggal di dalam kandungan sang ibu. Ada juga yang ahir ke dunia, tetapi meninggal di usia bayi. Atau kembali menghadap Sang Pencipta di usia, anak-analk, remaja atau dewasa, tidak sampai usia tua. Tetapi yang jelas, dari perjalanan hidup manusia itu kita bisa belajar arti sebuah proses.

Sesekali coba kita lihat pula proses metamorfosis dari kepompong hingga menjadi kupu-kupu. Ada masa yang harus dilalui sang kepompong untuk menjadi kupu-kupu. Jika di masa yang belum saatnya menjadi kupu-kupu, baru menjadi ulat kemudian dipaksa ke luar dari tempatnya, tentu sang kepompong tidak akan pernah menjadi kupu-kupu.

Nah, dari dua contoh tersebut, kita bisa belajar tentang hukum atau ketentuan Allah yang sering di sebut dengan sunnatullah itu. Yaitu tidak ada yang instan di dunia ini. Bahkan, untuk menikmati se bungkus mie instan pun tidak bisa instan. Kita harus memasaknya dulu hingga matang, lengkap dengan bumbu-bumbunya. Kecuali kalau kita mau langsung mengonsumsinya secara mentah-mentah, he. he

So, sekali lagi, tidak ada yang instan di dunia ini.

fawazgates.com

No comments